Social Icons

Jumat, 03 Mei 2013

Primadona dari Negeri Seberang


Semenjak diberlakukannya konversi minyak tanah ke gas alam (Elpiji) oleh pemerintah, ketersediaan bahan bakar Elpiji memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini juga didorong oleh kelangkaan minyak tanah sebagai dampak dari pembatasan produksi  yang merupakan kebijakkan pemerintah. Di sisi lain, dampak yang dirasakan oleh masyarakat adalah ketergantungan terhadap ketersediaan Elpiji sebagai kebutuhan rumah tangga dalam proses mempermudah pekerjaan di dapur.
Hal yang sama dirasakan oleh masyarakat di Kabupaten Sanggau pada umumnya, selain langkanya ketersediaan minyak tanah di pasaran, masyarakat juga sudah mulai terbiasa dimanjakan oleh kepraktisan dalam menggunakan bahan bakar Elpiji untuk kebutuhan rumah tangga.
Namun sangat disayangkan, keberadaan bahan bakar Elpiji tidak seperti yang dijanjikan oleh pemerintah. Elpiji yang sudah mulai menjadi primadona di kalangan masyarakat, ketersediaannya di pasaran sering memunculkan beragam tanda tanya dibenak masyarakat. Entah kenapa Elpiji yang sudah merangkak menjadi kebutuhan dasar untuk urusan dapur sering menjadi barang yang langka dan sulit untuk didapati dan harganya pun sangat variatif. Di sisi lain, perawatan terhadap kondisi fisik tabungnya pun tidaklah maksimal, hal ini bisa dilihat dari bentuk fisik tabungnya yang sepertinya dibiarkan begitu saja sehingga berkarat.
Harga Elpiji dalam negeri di Kabupaten Sanggau sangatlah beragam, untuk Kota Sanggau sendiri tabung Elpiji 3 (tiga) kilogram di tingkat pengecer dihargai Rp.19.000 s/d Rp.25.000 per tabung, sedangkan untuk tabung 12 (dua belas) kilogram dihargai Rp.115.000 s/d Rp.135.000, itupun jika barangnya tidak langka. Di tingkat Kota Kecamatan harga eceran Elpiji dalam negeri lebih bervariasi lagi, harga eceran untuk Elpiji 3 (tiga) kilogram berkisaran antara Rp.30.000 s/d Rp.35.000 per tabungnya, sedangkan untuk tabung 12 (dua belas) kilogramnya berkisar diantara Rp.160.000 s/d Rp.175.000 per tabungnya. Di tingkat kota Kecamatan untuk tabung 12 (dua belas) kilogram lebih sulit untuk diperoleh, hal bisa dimaklumi karena dilatar belakangi ketersediaan barangnya yang memang terbatas di pasaran. Seperti yang diungkapkan oleh pak Paulinus Si’in seorang petani yang berasal dari Kecamatan Bonti, “tabung Elpiji 3 (tiga) kilogram harganya Rp.25.000 s/d Rp.30.000 pertabungnya, sedangkan tabung gas Elpiji 12 (dua belas) kilogram Rp.160.000 s/d Rp.175.000 pertabung dan untuk tabung yang 12 (dua belas) kilogram lebih sulit untuk diperoleh”. Di tingkat Desa dan Dusun harga Elpiji 3 (tiga) kilogram bisa mencapai harga Rp.35.000 s/d Rp.40.000 pertabungnya, seperti yang diungkapkan seorang guru yang bertugas di pelosok Kecamatan Meliau, “kalau di tempat tugas saya harga Elpiji 3 (tiga) kilogram itu Rp.40.000 pertabungnya, dan maksimal penggunaannya selama 2 (dua) minggu”.
Untuk Elpiji 14 (empat belas) kilogram yang merupakan produksi dari negeri tetangga (Malaysia), harga eceran untuk di Kota Sanggau berkisar diantara Rp.175.000 s/d Rp.185.000 per tabungnya, bahkan bisa lebih dari kisaran harga tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu penjual Elpiji di Kota Sanggau, “kalau barangnya masuk dengan lancar, harganya akan murah, tapi kalau barangnya susah masuk, harganya akan mahal”. Di tingkat Kota Kecamatan harganya pun sangat bervariasi, semakin dekat Kota Kecamatan dengan Malaysia (Serawak), harga eceran per tabungnya pun semakin murah. Kisaran harga Elpiji 14 (empat belas) kilogram dari negeri tetangga berkisar antara Rp.160.000 s/d Rp.190.000. seperti apa yang diungkapkan oleh Gatot Setiarno seorang pertugas kesehatan di puskesmas Entikong, “kalau di Entikong Elpiji Malaysia itu Rp.160.000 pertabung”, dan hal senada juga diungkapkan oleh Paulinus Si’in, “kalau di Bonti harga Elpiji dari Malaysia Rp.185.000 s/d Rp.190.000 per tabung”.
Menurut informasi yang kami himpun dari berbagai kalangan di Kabupaten sanggau yang namanya tidak ingin disebutkan, masyarakat lebih memilih menggunakan Elpiji dari Malaysia dari pada menggunakan Elpiji dari dalam negeri dengan berbagai alasan. Dari berbagai alasan tersebut, ada yang mengungkapkan bahwa mereka memilih menggunakan Elpiji dari Malaysia karena faktor keamanan, “saya tidak pakai gas Indonesia karena saya takut”, ada juga yang mengungkapkan bahwa mereka menggunakan Elpiji dari Malaysia karena volume Elpiji terjamin, “saya pakai gas malaysia karena tidak seperti gas Indonesia yang isi gas dalam tabungnya yang biasanya kurang, gas Indonesia itu cepat habis”. Dari pernyataan-pernyataan masyarakat tersebut, sangatlah jelas bahwa Elpiji yang berasal dari Negara tetangga kita yakni Malaysia sangat menjadi primadona di kalangan masyarakat di Kabupaten Sanggau. Hal ini dikarenankan Elpiji dari negeri tetangga memang memiliki kualitas yang jauh lebih baik dari pada Elpiji produksi dalam negeri. Volume Elpiji sesuai dengan yang tertera di tabung dan kondisi fisik tabung yang mulus karena perawatan tabungnya sangat baik, hal yang bertolak belakang dengan Elpiji produksi dari dalam negeri. Seperti pengakuan dari seorang ibu rumah tangga yang namanya tidak mau disebutkan, “saya lebih puas pakai Elpiji Malaysia, karena bisa 3(tiga) bulan bahkan sampai 4 (empat) bulan lama penggunaannya”. Lain halnya dengan seorang ibu yang bekerja sebagai guru di salah satu sekolah negeri Kota Sanggau yang dengan lugas mengatakan bahwa jangan sampai pemerintah mengeluarkan kebijakan yang melarang Elpiji dari Malaysia masuk Kota sanggau, “pokonya jangan Elpiji dari Malaysia dilarangan, gas kita itu kualitasnya kurang bagus dan harganya pun mahal. Kasihan masyarakat”.
Negara semestinya dapat menjamin terpenuhi kebutuhan hidup dan dapat menghadirkan rasa aman bagi setiap warga negaranya, namun jika kita melihat kenyataan yang ada sepertinya Negara masih kurang serius untuk memenuhi kewajibannya. Pemerintah, melalui pihak-pihak terkait semestinya berupaya agar pendristribusian bahan bakar Elpiji dapat berjalan dengan baik dan melakukan perawatan yang memadai terhadap kondisi fisik tabung Elpiji yang disalurkan kepada masyarakat. Disamping itu, pemerintah sebaiknya membuat standar Harga Eceran Tertinggi (HET) agar harga Elpiji dapat dijangkau masyarakat dari semua kalangan. Jika tidak, bukan tidak mustahil tingkat kepercayaan masyarakat terhadap produk-produk dalam negeri akan menurun dan hal ini akan berimbas bagi Negara, terutama dalam kepentingan ekonomi negara.
Sudah semestinya produk-produk dari dalam negeri menjadi primadona di negerinya sendiri, bukan sebaliknya. Masyarakat sebagai warga Negara tidak bisa dengan serta-merta kita salahkan begitu saja, karena masyarakat berhak untuk memperoleh kualitas barang yang baik sesuai dengan biaya yang sudah mereka keluarkan. Mencintai produk-produk dalam negeri adalah “Kewajiban Bersama”, pemerintah dan rakyat. Negara melalui pemerintah menjamin standar kualitas, harga dan ketersediaan produk yang memadai, rakyat dengan penuh kesadaran dan tentunya bebas dari rasa takut untuk menggunakan produk-produk dari dalam negeri.

Judul : Primadona Dari Negeri Tetangga
Oleh : Heri Priyanto



                                                 


0 komentar:

Posting Komentar

 

Followers

Powered By Blogger

Sample Text

SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA
"Hidup Tidak Akan Memberikan Makna, Kitalah Yang Harus Memaknai Hidup"