Social Icons

Sabtu, 07 Februari 2015

Wajah Kusam Pendidikan di Ujung Negeri


“Wajah Kusam Pendidikan di Daerah Perbatasan Indonesia – Serawak (Malaysia)”


( Sekolah Dasar Negeri No. 11 Sekajang )

Sampai detik ini pendidikan masih dipercaya sebagai salah satu jalan untuk “memanusiakan Manusia” dan di belahan bumi manapun di dunia ini masih menyakini hal tersebut. Dengan pendidikan, kualitas berpikir yang dimiliki manusia menjadi jauh lebih baik serta mendorong terangkatnya harkat dan martabat manusia itu sendiri. Pendidikan menjadikan manusia lebih bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri, orang lain, lingkungan, bahkan terhadap bangsa dan negaranya.
Pendidikan dan negara adalah dua hal yang sulit untuk dipisahkan, saling terkait dan saling membutuhkan satu sama lainnya. Negara memiliki kepentingan terhadap pendidikan itu sendiri, dimana negara membutuhkan “output” dari proses pendidikan itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai guna menjalankan roda kehidupan berbangsa dan bernegara tentunya.
Negara punya kewajiban dan tanggungjawab dalam terpenuhinya kesempatan bagi setiap warganya untuk bisa mengenyam pendidikan, dan tentunya pendidikan tersebut adalah pendidikan yang berkualitas. Siapa pun dan dimanapun, selama masih dalam wilayah teritorial negara dan bahkan di negara lain sekalipun, negara berkewajiban untuk melindungi terpenuhinya pendidikan bagi warganya.
Berbicara tentang kewajiban dan tanggungjawab negara, di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kita cintai ini, pendidikan juga mendapat tempat yang istimewa. Hal tersebut terbukti dengan kini dicanangkannya program wajib belajar 12 (dua belas) tahun, dari sebelumnya wajib belajar 9 (sembilan) tahun. Ini membuktikan keseriusan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi warga negaranya, dan tentunya keseriusan itu disertai dengan besarnya anggaran yang dikucurkan untuk membenahi sarana dan prasarana untuk mendukung proses pendidikan yang diselenggarankan oleh negara.
Namun ironisnya, pendidikan dengan kualitas yang layak masih belum sepenuhnya dapat dinikmati oleh semua anak negeri. Masih banyak daerah di sudut-sudut negeri ini yang belum memiliki sarana dan prasana pendidikan yang memadai. Disana masih banyak kita temui gedung-gedung sekolah yang seadanya, buku-buku dan perpustakaan yang seadanya dan bahkan tenaga pendidik yang masih sangat terbatas jumlahnya.
Kondisi seperti itu bisa kita temui di Dusun Sekajang, Desan Suruh Tembawang, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Propinsi Kalimantan Barat. Dusun Sekajang adalah salah satu dari 3 (tiga) dusun, yakni Dusun Gun Tembawang dan Dusun Gun Jemak di wilayah Desa Suruh Tembawang yang berada tepat di batas NKRI dengan Serawak Malaysia, di sini wajah dunia pendidikannya masih muram.
Di dusun-dusun tersebut negara sudah menghadirkan pendidikan, namun “negara” belum “sepenuhnya” berada bersama masyarakat di sana atau ”mungkin” masih setengah hati. Gedung Sekolah Dasar (SD) Inpres sudah direhabilitasi, namun kondisinya hanya membaik sedikit, mungkin karena minimnya anggaran atau mungkin minimnya pengawasan terhadap kontraktor  yang mengerjakannya (sepertinya memang tidak ada pengawasan), atau mungkin ada kong-kalikong, entahlah yang jelas tidak ada yang tahu karena tidak ada transparansinya.


( Perpustakaan Sekolah Dasar Negeri No. 11 Sekajang )

Kondisi serupa juga terjadi pada gedung perpustakaan yang baru-baru ini dibangun, entah bisa dipergunakan atau tidak, yang jelas kondisi fisik bangunannya tidak seperti yang diharapkan. Kondisi fisik bangunannya saja belum rampung dikerjakan, kontraktornya sudah lepas tangan dan celakanya kontraktornya adalah masyarakat Desa Suruh Tembawang itu sendiri, ironis serta lucunya sekarang si oknum tersebut saat ini sudah menjabat sebagai Kepala Desa Suruh Tembawang. Masyarakat bersama wali murid yang tergabung dalam komite sekolah, kepala sekolah beserta dewa guru sudah mempertanyakan kejelasan dan meminta pertanggungjawaban kontraktor, namun tidak ada tanggapan yang berarti dan kondisi fisik gedung masih tetap belum rampung dikerjakan. Mungkin karena koneksi atau ada main mata, sampai saat ini tidak ada pemeriksaan, kalaupun ada pengecekkan terhadap kondissi fisik bangunan, lagi-lagi “mungkin” hanya sandiwara untuk pelipur lara hati masyarakat.


( Rumah Dinas Guru Sekolah Dasar Negeri No. 11 Sekajang )

Yang paling parah kondisinya adalah rumah dinas guru, sejak dibangun sampai saat ini belum pernah direhabilitasi. Kondisi rumahnya sangat memprihatinkan, padahal yang menempatinya adalah guru (kepala sekolah) yang pernah bertemu langsung dan mendapatkan piagam penghargaan dari Presiden Republik Indonesia sebagai guru teladan, yakni bapak Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2008. Sebagai masyarakat biasa kami hanya bisa menerka “mungkin” negara/pemerintah tidak ingat dengan kami yang berada terlalu jauh di ujung negeri atau (lagi-lagi) “mungkin” negara/pemerintah hanya fokus membenahi pedidikan di daerah-daerah perkotaan sehingga anggaran pendidikannya tidak cukup untuk daerah-daerah terpencil dan terisolir.
Sebagai masyarakat kecil kami bingung harus mengadu kemana, hanya pasrah saja, ya hanya itulah yang bisa dan sanggup kami lakukan. Yang kami tahu, kami masyarakat perbatassan selalu dijadikan isu strategis bagi pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompoknya. Kami ingin rasa nasionlisme kami tidak selalu dipertanyakan, datanglah dan lihatlah kondisi kami yang sebenarnya, jangan hanya menerka apalagi memponis bahwa kami tidak memiliki nasionalisme.
Sebuah kontrol atau pengawasan yang baik sangat kami harapkan dari negara/pemerintah dalam melaksanakan setiap program di daerah kami. Jangan hanya karena letak kami yang sangat terpencil dan bahkan terisolir dijadikan alasan ketidak seriusan negara/pemerintah dalam memperhatikan kami, karena kami juga sama warga Negara Kesatuan Republik Indonesia.






 

Followers

Powered By Blogger

Sample Text

SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA
"Hidup Tidak Akan Memberikan Makna, Kitalah Yang Harus Memaknai Hidup"