(kondisi yang meris ini sangat membutuhkan perhatian bersama)
Ini adalah rumah adat masyarakat Dusun Sekajang, Desa Suruh Tembawang, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Propinsi Kalimantan Barat. Rumah adat ini dalam bahasa masyarakat setempat adalah "Blei Bak" yang dalam Bahasa Indonesianya adalah Pondok Kepala, dengan kata lain adalah pondok penyimpanan tengkorak manusia hasil "ngayau". Ngayau adalah budaya memenggal kepala manusia dalam masyarakat suku dayat pada zaman dahulu, dan ngayau sendiri dilakukan dengan maksud menaklukkan sud suku dayak atau suku-suku lainnya. Ngayau sendiri dilakukan terhadap orang-orang yang dianggap kuat atau sakti dari suku-suku lain, semakin sakti korban yang ditaklukkan semakin tinggi pula derajat orang yang melakukan ngayau tersebut dalam strata sosial, baik di dalam masyarakatnya suku/sub suku itu sendiri maupun dimata suku/sud suka masyarakat lainnya.
Blei Bak atau dalam bahasa masyarakat disekitar Kecamatan Entikong dan Kecamatan Sekayam biasanya disebut dengan istilah "Panca". Dan menurut legenda yang ada, Blei Bak atau Panca yang ada di Dusun Sekajang adalah Panca Tertua di Kecamatan Entikong serta Kecamatan Sekayam, dan konon merupakan panca tertua di Kabupaten Sanggau. Dahulu masyarakat Dusun Sekajang memiliki 2 (dua) Panca yang menjadi kebanggaan mereka, dan menurut tetua dan tokoh adat setempat tenggorak hasil ngayau masyarakat Dusun Sekajang adalah yang terbanyak, dan karena terlalu banyak maka tengkorak-tengkorak tersebut dibagikan kepada masyarakat di dusun-dusun lain bahkan sampai ke Dusun Pengadang, Desa Pengadang Kecamatan Sekayam, hal tersebut diakui oleh tetua/ketua adat yang mewarisi penjagaan Panca Di Dusun Pengadang.
Dahulu rumah adat (Blei Bak) tersebut sangat terawat dengat baik, namun seiring perkembangan zaman keberadaan rumah adat tersebut semakin tidak terawat dan bahkan rumah adat yang dahulunya ada 2 (dua) sekarang hanya tinggal 1 (satu) lagi dengan kondisi yang sangat memperhatikan. Hal tersebut terjadi karena ddampak dari masuknya agama, kemajuan pengetahuan dan perkembangan teknologi, keberadaan Rumah Adat tersebut semakin terabaikan, terutama dikalangan generasi muda dan ditambah dengan kurangnya perhatian dari Pemerintah Kabupaten setempat, bukan tidak mungkin bukti peradaban masyarakat itu akan musnah seiring perjalanan waktu.
0 komentar:
Posting Komentar